menuai luka

aku punya terlalu banyak kata
  yang terlahir menjadi salah
aku punya terlalu banyak lelah
  yang mengendap menjadi susah
dan apakah kau tahu?

 (mencaritahu adalah pilihan,
mengetahui adalah kesempatan)

katamu aku dan egoku
  menyiksa
kataku aku dan asaku
  menyiksa
maka kau pergi
dan aku tetap

karena

kini aku tahu ketika percaya hanya sebatas kata
tak peduli berapa kali kau ucapkan
ia hanya menjadi bual belaka
lalu aku yang kau iming-imingi mimpi
hanya menuai luka

kembali ke awal

karena buatku pergimu adalah kiamat
maka aku berkawan sepi yang enggan khianat

beda

satu, kemudian dua
kemudian tiga
kemudian empat
kemudian aku, satu.

karena aku tak bisa berhenti mencintaimu

caraku mencintai tak kenal kata berhenti
aku hanya tahu tidak dan tersakiti
tidak ketika luka yang menanti tak akan bisa tertahan lagi
atau tersakiti karena hidup tak selalu murah hati

caraku mencintai tak kenal kata kalau
melintasi sejuta walau dan risau
dan meski kau ragu 
aku akan tetap mencintaimu

mencintaimu aku enggan berkatakata
aku hanya tak bisa, berharap kau merasa
cukup dengan aku ada
seandainya kita hanya bualan belaka
pun aku akan tetap mencinta, 
seandainya siasia
pun aku tetap berpaling, berpurapura semua baik saja

mencintaimu aku bisa
mencintaimu aku buta
tanpa melihat nyata, tanpa bertanyatanya

selamat ulang tahun

serangkai kata menjadi rapuh
mereka jatuh sebelum berhasil mengayuh
menuju kau untuk berlabuh

kini genap usiamu dan kau lelaki
biar gelap kini silap bertandang
biar harap ibu ayahmu mewujud nyata
dan syukurmu atas lupa mengudara

mungkin di satu waktu satu masa
ketika kita bertemu dan tak lagi mengingat rupa
ucapku akan merekah di benakmu
"kau akan bersyukur atas keputusanmu"
saat itu aku tahu airmata yang dahulu tak jatuh siasia



ingkar

semua janji
lalu semua pergi.

memeluk hujan

ibu, semalam aku memeluk hujan
hujanku hujan yang sepi, hujan yang sendiri
semalam hujanku hujan yang pedih, yang  tak ingin pergi
aku pun demikian

ibu, semalam aku memeluk hujan
hujanku hujan yang merah, amuknya tak suara
amuknya hanya bisa terendus di udara
kemudian turun satu dan satu lagi katakata yang bersengat
walaupun aku tahu tak ada jahat yang tersirat
kami masing masing kembali memeluk sepi yang dulu menjerat

ibu
semalam aku memeluk hujan
aku ingin menangis namun aku tak dapat
lalu perpisahan merapat
aku ingin boleh menggenggam erat
tapi aku tak kuasa menanggung hati yang sekarat

ibu, semalam aku memeluk hujan
dan tidur dalam dekap harum tubuhnya
berharap bisa kusimpan selamanya

surat untukmu

sayang,
mungkin aku merindukanmu
sedikit
merindukan kita yang dahulu
karena tegursapa yang ada tak lagi sama
dan kau (akhirnya telah) berbahagia

bukan dusta ketika kukatakan aku menjatuhcintaimu
namun mencintaimu aku tak sanggup
mungkin aku memang tak bisa mencintai
selain aku dan hanya aku

sayang,
aku ingin melarikan diri ke dalam benak seseorang
memintanya mencintaiku aku tak sanggup
dalam dirinya kulihat sepetik dirimu
tawa dan kisahnya adalah hujan cahaya
genggamnya adalah secangkir hangat yang aku inginkan
sama seperti dulu, sama sepertimu
perlahan ia menjadi candu

aku takut
bila hidup menuntut karma atasku
maka harus karam rasaku
seperti yang dulu telah kulakukan atasmu


batas

di antara kita yang memijak bumi yang sama 
terentang segaris batas yang enggan kuretas
di antara dua pasang mata yang berpandang enggan lepas
tumbuh sebuah tanya yang sama meski tak tereja,
"apakah
kau adalah titik yang mengakhiri anakanak kalimat yang kulepas berkelana?"


(anakanak kalimat pergi mencari satu jati diri dan satu pasangan hati, namun mereka tak pernah kembali)


di antara kita yang menimbang kenang
kelopak memori serupa kembang
jatuh dan terbuang
lalu mengakar menimang mimpi buruk

di antara kita
empat lengan enggan saling menjauh
namun kita menyadari mahal harga satu rengkuh.

sakarin

kau manis,
terlalu
hingga tubuhku terjerat padamu.

sedap malam

aku masih terjebak sedap malam
masih terjebak pada pukul sebelas lebih sepuluh
ketika kudengar suaramu yang merapatkan lengang di antara kita.

nasihat

jangan kau pakai itu gincu merah bak warna balado si emak
nanti kau dikira siap menyalak, lelaki enggan mendekat karena kau galak
juga jangan kau pakai itu celak tebal tebal,
biar nanti jangan wajahmu serupa wanita nakal
apalagi bedakmu itu, bedakmu hapus sedikit
bila retak muncullah nanti keropeng dari balik wajahmu yang serupa topeng

tapi yang paling penting, nak
jangan biarkan dunia mengubahmu serupa sampah
jangan terjerat pada yang berkilat
karena pada akhirnya yang berkilat akan berkarat atau
rengat dimakan ngengat
demikian pula yang kilat,
cepat datang cepat pula ia buat kau sekarat

pada akhirnya, nak
kau boleh berpaling untuk membanding
tapi jangan tenggelam atau ikut tergiring
jangan biarkan dunia meminangmu
jangan pula biarkan ia mencumbumu
karena kau yang paling tahu:
ia tak pernah setia.

S.O.S

aku menunggu
vonismu

kau

bahkan denganmu
aku masih saja ditakdirkan untuk menebus karma

duka

pada akhirnya mungkin ini hanya sepi yang berbicara
atau mungkin ini hanya senyawa raga yang mainkan resah jiwa, 
yang mengundang imaji berkelana hingga jauh ke ujung negeri
atau mungkin ini hanya curiga yang bersembunyi di gelap kalbu, menunggu waktu mengendarai deru cemas yang meluas

aku hanya ingin mencintaimu
namun kau membuatku merajut tanya
dalam diam yang kau anyam entah berapa banyak yang kau simpan
entah berapa lelah dan asa yang patah
yang mungkin suatu saat akan buat kau menyerah

sayang, buat apa bertukar kata
ketika yang kita butuhkan adalah bicara?

sepucuk surat tengah malam

setiap malam meski separuh rindu telah mewujud kata dan citra telah mewakili sapa, 
aku masih
menyimpan ini sebongkah bara dalam dada
'aku mencintaimu' nyanyi nyalanya
sepuluh kali, seratus kali, seribu kali, tiada henti
sayang, aku mencintaimu
terlalu
hingga tak bisa kuucap dua kata yang kau mau
sayang,
aku mencintaimu.

#5

1
aku menabung banyak rindu siasia di antara
seribu dua ratus kilometer yang membentang
sembari bertanya dalam hati apakah jua
kau merindu padaku, seperti katamu

2
aku tidak membutuhkan bunga atau kata
aku hanya ingin kau pun ingin

3
terlambat, sayang, kau terlambat
mengapa kau sempat melambat
ketika aku melaju cepat
menginginkan kita saling terjerat

#1

1
langit juga menangis, katamu
sepertimu

2
seandainya jemariku yang menggenggam jemarimu tanpa lengang
dapat menggantikan lenganlengan yang terentang
(sebagai gantinya aku memelukmu dengan sepasang mataku,
sadarkah kamu?)

3
kau meninggalkan koloni kupukupu dalam benakku
aku curiga mereka lahir dari kecupankecupan yang
kau tinggalkan kemarin malam

lakilaki hujan

kau dan aku hanya enggan yang serupa warna
kita menari di udara, mewarnanya kelabu dan kelam
yang buat kita tak apa sebab
kitalah hujan
ketika tiba kitalah empunya langit semesta
sejenak, kita adalah penguasa dunia
bersamamu, aku satu

p.s: sayang, jangan lupa pulang
(kau tahu aku tak suka menunggu)

menyusunmu dalam benakku

karena katakata terlalu lama menunggu
mereka jemu termangunangu
dalam mimpi yang telah kau sumat menyengat mereka berkejaran dengan padam yang menggeram

menyentuhmu aku tak mampu
hanya imaji yang tak usai, selalu
melihatmu aku tak berdaya
kau hanya gambar di balik jendela
dan katakata semakin tak punya kuasa 
ketika kau biarkan jarak merentang lama

menunggumu menjemukan
dan kini aku telah sampai ke tepian
siap melompat bersama katakata yang merapat, menyusun rindu yang semakin lekat
ini cuma rindu
ini cuma aku
ini hanya suara yang tercekat, berusaha mendekat

terlalu banyak janjijanji yang kau buat,
terlalu banyak kata, sedikit kau perbuat.

tiga huruf

kau adalah lengkung yang tiba menggantikan airmata
kata dan suara yang buatku merasa ada
andai kau bisa cintaiku apa ada, bawa aku serta.


bersamamu bolehkah aku bahagia
(bersamamu) ?