kebiasaan

aku ingin egois
supaya dia untukku saja
supaya besokbesok yang dilihatnya cuma
aku
yang dipanggilnya sayang
yang dimanjakannya
yang memilikinya

tapi ibu bilang jangan

enam kepada tujuh

sudah duabelas putaran bumi menari 
namun kita masih saling mencari
sejak tepi jendela saat itu
kita kembali di persimpangan
aku, kamu, tepi jendela yang lain

kali ini bukan seragam
hanya baju pergi dan dua kamera
satu peta dan banyak tawa
jalanjalan nyasar dan bungabunga
dan kisahkisah dalam gelap

peluk, katamu, harus selama duapuluh detik
maka berulang kali duapuluh detik kita habiskan dalam diam
rasakan saja deburnya, bisikmu
aku masih di tepian, menimbang perasaan
sementara kamu sibuk tenggelam
peluk, katamu, membahagiakan

kali ini bukan ulangan
yang membuatku meneteskan airmata
tapi katakata dan kenangan
lalu kamu, masih
berdiri di hadapanku menanti sebuah jawaban

menunggu, katamu, adalah keahlianmu
namun ada berapa banyak lagi sabar yang kau punya sementara
ada cemas luar biasa yang kurasakan nyatanyata
tunggu aku, kataku, entah di mana ujungnya kali ini

tak tahukah kamu
hati dan kepalaku tak selaras
mereka terus menerus mendaras
celotehan celotehan yang berbeda, kadang bersama, kadang berbeda
tunggu aku, kataku, entah di mana ujungnya kali ini

di tepi jendela
aku
kamu
kacakaca
kenangan
bertemu lagi