kalau

Seandainya, kalau, dan andai.
Entah sudah berapa kali kugumamkan dalam hati, di bibir, seiring denyut dan nafasku yang terputus-putus saat aku menangis. Di pergantian hari yang katanya sungguh bermakna ini: 11-11-11, entah kenapa harus kudengar juga andai-andai yang kupikir takkan kudengar lagi.

Seandainya aku memutuskan untuk bersamamu waktu itu semua pasti tak akan begini, itu katamu.
Kita tidak akan sama-sama maraton patah hati dengan orang yang kita jatuhcintai.
Kita tidak akan sama-sama mengeluhkan kesendirian yang kita resapi.
Kita tidak akan takut menitipkan harap pada sebuah hati, pada yang kita sayangi.

Ada sedikit takut ketika kamu ucapkan kata-katamu subuh ini setelah tahun-tahun yang telah berlalu.
Ada sedikit kecewa ketika aku tahu kamu ucapkan itu padahal kamu baru saja memutuskan enggan sendiri, kamu memilih berdua.

Bukan, aku bukan cemburu, karena dalam hati kamu selalu sahabatku.
Aku hanya resah karena kata-katamu: tak ingin menaruh harap.
Sejak kapan kamu begitu mudahnya bermain hati?
Katamu kau takut sakit hati, tapi bukankah kita sama-sama tahu risiko dalam mencari belahan hati?

Kalaumu menyebabkan galauku.
Kalaumu mengingatkanku akan keterlupaan yang kubuat.
Akan kalauku.

Lalu kini kurenung, masih adakah seseorang yang pantas kupanggil lelaki sejati?

No comments:

Post a Comment