yang kalut yang semrawut

Bukannya tidak mau menerima konsekuensi, gw sadar kalau memutuskan menyayangi seseorang itu berisiko sakit hati. Gw juga tahu kalau mencintai itu katanya jangan sepenuh hati. Kata orang, itu cari perkara namanya. Gw juga sangat mengerti kalau tidak semua yang kita inginkan bisa didapatkan. Tetap, gw sekarang jadi gamang.

Di masa kritis menjelang kelulusan, ada dua hal yang gw pikirkan: keluarga dan jodoh. Pendidikan profesi gw akan menjauhkan gw dari yang satu dan mempersulit urusan yang kedua. Tanpa disadari, nanti, begitu selesai melengkapi pendidikan yang gw butuhkan, gw akan berada di pertengahan usia 20 dan 30 tahun. Sejuta 'bagaimana kalau' langsung menghantam kepala. Salah satunya: bagaimana kalau gw masih saja sendiri?

Beberapa orang bilang standard gw ketinggian. Tapi standard gw sebenarnya cuma orang yang mau gw perjuangkan, memperjuangkan gw, dan sama-sama berjuang buat relasi yang serius. Gw harus mengakui gw lelah memperjuangkan orang-orang yang ternyata bukan untuk gw. Mungkin ini gara-gara kelemahan gw juga, gw tidak mengerti konsep 'jangan 100% dalam menyayangi' atau konsep 'coba-coba / jalani dulu aja lah'.

Gw tidak siap untuk sakit hati lagi. Paling tidak belum.
Gw lebih siap untuk sendiri dulu ketimbang berharap dan patah lagi.
Tapi lagi-lagi gw bertanya: apakah gw sedang membohongi diri?
Karena makin lama jujur pada diri sendiri menjadi salah satu hal tersulit yang harus gw lakukan.

No comments:

Post a Comment