pada suatu hari...

Seperti biasa, hari ini pun taman kanak-kanakku penuh. Riuh, tapi jenis riuh yang selalu membuatku rindu untuk kembali lagi dan lagi ke sini. Perlahan kubuka pintu kelas yang catnya kian luntur, aku menarik nafas dalam. Aroma kayu tua, buku-buku usang, dan selapis tipis debu segera menghambur memasuki paru-paruku. Tersenyum lega, merasa pulang, aku memantapkan langkah memasuki ruangan. Mataku bergerak lincah menyusuri lukisan jari yang kami buat kemarin. Punyaku ikan, warnanya oranye pucat. Warna pasta yang kami gunakan. Padahal aku lebih suka kalau warnanya biru, mana tahu nanti saat besar dia jadi paus dan aku bisa menaikinya melintasi rawa di belakang taman kanak-kanakku.

Meneruskan ritualku setiap kembali ke sini, aku membuka pintu geser di sebelah sebuah panci besar. Aku mengintip ke dalam ruang bermain. Di sebelah kiri berdiri lemari masak-masakan, meja kecil, bangku mungil, dan peralatan masak-masakan yang duduk cantik di sebuah rak. Di sebelah kanan, di bawah tangga, balok-balok berdiam dalam kotak, siap dimainkan. Aku menghela nafas lega. Nah, sekarang waktunya melihat siapa yang sudah datang. Kuperhatikan ruangan, banyak yang asyik mengobrol, selalu banyak cerita dibagikan di tempat ini. Gemanya berpendar hangat melingkupi ruangan. Suara, cahaya, mereka satu.
 
Aku mulai penasaran, hari ini siapa yang akan menemaniku bermain? Sebulan lalu aku bagai kembar dempet dengan Alice, dia menceritakan perjalanannya yang luar biasa. Lain kali pasti kucari si Kelinci Putih, tekadku! Kemudian ada Peter yang menyenangkan, dia selalu jadi pahlawan kami semua, apalagi dia mau mengajari kami terbang. Asal jahilnya tidak kumat saja dan dia mulai bermain-main dengan bayangannya. Beberapa kali aku main masak-masakan bersama si Keong Mas atau berlomba lari dengan Timun Mas. Tapi aku tidak mau lomba lari dengan Dorothy, dia suka curang, sekali ketuk sepatu maka sampailah dia di ujung. Oh, dan aku suka sekali bermain ayunan dengan Frizz. Sekali tiup, angin berhembus membawaku ayunanku ke puncak. Kalau sudah lelah, aku akan mencari tempat nyaman dan terbangun dengan Rose, si Putri Tidur di sebelah.

Kadang aku menjenguk kolam di sebelah ruangan dan hampir pasti kudapati perdebatan kecil antara Toba dan Bawang Putih. Habis, ibu mereka sama-sama ikan. Setelah meributkan siapa yang mana, pasti mereka membandingkan lebih cantik siapa. Kalau sudah begitu Putri Salju akan datang dan melerai, kemudian menangis bilang dialah yang termalang, tidak punya ibu. Yang tidak kalah seru adalah ribut-ribut Hansel dan Gretel lawan Ciung Wanara. Hansel dan Gretel yang tidak mau tersasar lagi saat pulang selalu meninggalkan remah roti di sepanjang jalan, tapi ayam si Ciung pasti membandel, sengaja dipatuknya roti manis yang sudah ditebar hingga hilanglah segala jejak.

Ah, tapi belajar di kelas juga tak kalah menyenangkan. Menebak-nebak yang akan mengajar selalu bikin penasaran. Guruku pandai-pandai, lho. Chang Er mengajari kami mencocok bulan dengan pola kelinci, beliau memang sangat berbakat. Kalau beruntung kami bahkan bisa dikenalkan dengan tetangganya di sana, Putri Kaguya. Rumpelstiltskin mengajari kami memintal. Tiga serangkai Urdur, Verdandi, dan Skuld yang selalu mengajar di bawah naungan teduh Ygdrassill, membicarakan masa-masa dan kisah-kisahnya. Medusa yang pemalu sekaligus galak siap membantu untuk mengukir lempung dan memanggangnya jadi batu. Aduh, siapa lagi, ya...Ternyata nama guru selalu lebih susah diingat.

Lalu tiba waktu istirahat yang juga menyenangkan, kami akan makan bersama-sama di meja panjang dengan masakan sederhana nenek si Kerudung Merah setiap satu hari dalam seminggu. Keramaian bertambah karena banyak yang diundang: Kappa, keluarga Beruang, 7 kurcaci, para peri, dan tak lupa tengu serta para naga...

"Nak, hei, Nak.."
"Hah! Iya.."
"Bengong aja kamu, mikirin apa?"
Aku tersenyum simpul.
"Bukan apa-apa, kok, Yah."

Taman kanak-kanakku, tempat spesial di hatiku. Buka 24 jam dan bisa didatangi sewaktu-waktu.
Tapi, maaf, tidak boleh ada tamu dari dunia nyataku. :)


“Of course it is happening inside your head, Harry, but why on earth should that mean that it is not real?”
- Albus Dumbledore (Harry Potter and The Deathly Hallows)
*
"In every real man a child is hidden that wants to play"
  -Friedrich Nietzsche

3 comments:

Adhit said...

Tulisan yang bagus ... "Saya banget" :)

Anonymous said...

keren.menarik :D

wordshaker said...

terima kasih, kakak-kakak. ;)

Post a Comment