tentang sebuah kicauan

Ini adalah, seperti malam-malam yang pernah ada, malam insomnia. Sebenarnya, sih, tidak tepat dikatakan insomnia karena gw bisa tidur seandainya gw mau, tapi gw terlalu gelisah dan ga punya keinginan tidur. Jadi, sebagai gantinya gw rasa gw harus menulis. Lagi.

Gw ga berhak, sih, untuk menilai orang lain, karena 'gw sendiri ga kebagusan', tapi baru-baru ini ada sebuah hal yang membuat gw gatal buat berkomentar. Dan gw harus menahan diri untuk ga melakukan itu. Salah seorang teman gw membuat kicauan di Twitter tentang keluarganya yang bermasalah, dia juga mengatakan bahwa kita ga akan mengerti masalah dia dan adalah hak dia untuk mengeluarkan uneg-unegnya di media sosial itu, dan lain sebagainya. Pada saat gw membaca beberapa kicauannya itu, secara spontan terbentuk komentar-komentar nyinyir di kepala gw yang meronta minta dikeluarkan. Seandainya saat itu gw dalam versi tanpa filter, gw ga tahu apa yang sudah terjadi sekarang. Mungkin gw dan dia sudah adu mulut.

Ini adalah pikiran gw: gw setuju dengan omongannya bahwa itu adalah masalah dia (juga bahwa kita memang ga akan ngerti secara menyeluruh masalah orang lain) dan dia punya hak untuk mengekspresikan kekesalannya. Gw setuju bahwa seringkali orang menilai tanpa mau memahami dan bahwa setiap orang memiliki cara untuk menyalurkan perasaan, tapi buat gw caranya terasa salah. Pada salah satu kicauannya dia bilang dia sangat sayang ibunya dan bahwa ibunya adalah 'korban,' terus kenapa dia lanjut mempermalukan ibunya dan keluarganya dengan membeberkan sekilas info yang termasuk hal pribadi itu di media sosial? Gw mungkin salah, tapi dalam pandangan gw sungguh ini hal yang tidak pantas. Dengan menuliskan hal tersebut apakah kemudian ada jalan keluar yang timbul? Ga. Orang juga enggan berkomentar masalah sensitif semacam itu. Di sisi lain, orang yang sudah menjalani hal dirasa lebih berat pasti mencibir juga. Sisanya hanyalah balasan yang isinya 'turut prihatin'. Apa enaknya dikasihani? Jadi buat apa melakukan hal yang sia-sia? Sekedar uneg-uneg kalau cuma berhenti jadi uneg-uneg dan ga bisa diselesaikan dengan jalan dicurahkan ke publik, ya lakukanlah di buku harian yang tertutup.

Ini adalah kejujuran gw: gw ga tahu kenapa gw menuliskan ini, mungkin karena sebagian dari diri gw iri dengan caranya melepaskan keluh-kesah (yang gw rasa tidak sesuai nilai yang gw pegang) sementara sebagian diri gw yang lain mencemooh hal tersebut. Yang mana? Gw masih belum bisa memutuskan. Gw terlalu lama 'menjadi anak baik-baik', kadang gw lupa sejauh mana gw layak berkomentar dan menempatkan diri.

No comments:

Post a Comment