Hari ini gw mendapat kesempatan berkunjung ke RSKO (buat yang belum tahu, RSKO itu adalah Rumah Sakit Ketergantungan Obat) berkaitan dengan program studi yang sedang gw ambil sekarang, yaitu modul Adiksi. Gw dan teman-teman gw sudah menjalani modul ini sekitar 2 minggu dan secara umum kami sudah mulai mengerti mengenai ketergantungan obat mulai dari sejarah, mekanisme kerja obat hingga menimbulkan ketergantungan, kaitan ketergantungan sebagai penyakit otak, prinsip terapi dan rehabilitasi, sampai ke undang-undang yang mengaturnya. Jadi bisa dibilang hari ini adalah waktunya studi lapangan untuk membandingkan antara teori dan eksekusi program rehabilitasi di kehidupan nyata.
Tidak mudah buat gw belajar melepaskan stigma bahwa para pecandu bukanlah kriminal, mereka adalah korban. Korban dari masalah mereka sebelum hingga memakai zat terlarang sampai akhirnya zat-zat tersebut mengubah kerja otak mereka, membelenggu mereka hingga bahkan untuk mengendalikan diri pun mereka membutuhkan bantuan orang lain. Tidak mudah buat gw untuk tidak berprasangka dalam hati, bahkan setelah gw tahu mereka akan ada di sana untuk menjalani rehabilitasi demi menjadi diri sendiri lagi. Jujur, gw was-was.
Lukisan di tembok lapangan yang sering mereka pakai bertanding futsal lawan warga sekitar. :)
Namun, ternyata kekhawatiran gw ga terbukti. Di sana kami dibawa berkeliling hingga ke 'primary home', rumah sementara para pecandu di sana. Salah besar kalau dikira sarana rehabilitasi adalah tempat bak rumah sakit serba putih yang kaku, sebaliknya, tempat itu dibuat senyaman mungkin dan para petugas medis tidak berseragam. Mereka menempatkan diri sebagai 'teman'. Salah besar kalau dalam bayangan kalian (seperti bayangan gw sebelumnya) kebanyakan pecandu akan tampak kesakitan, berantakan, kurus, dan mengerikan. Tadi gw berkunjung ke rumah mereka itu bertepatan dengan jam mereka selesai beribadah, mereka tampak rapi seusai menjalankan salat Jumat. Seandainya gw ga diberitahu, gw ga akan tahu kalau mereka pecandu. Dan salah besar juga kalau dikira rehabilitasi adalah upaya terapi secara fisik semata. Mereka di sana, seperti kata salah satu pecandu, belajar lagi bertanggungjawab dari hal-hal kecil, belajar membentuk ulang diri mereka sebagai pribadi yang positif dan mampu mengatasi kendala sehari-hari.
Kertas-kertas bertulisan kata-kata yang memotivasi mereka di dalam 'rumah' ( bukan, itu bukan foto wajah salah satu pecandu, itu adalah teman gw yang lagi sibuk mendengarkan keterangan perawat yang membawa kami berkeliling).
Kunjungan kami ditutup dengan sesi ngobrol dengan para pecandu. Teman gw mengutarakan pertanyaan, kira-kira bagaimana sih mereka sampai bisa mencapai sebuh titik balik hingga bisa memotivasi diri lagi untuk menjalani rehabilitasi dengan kemauan yang benar-benar dari diri sendiri. Jawaban mereka, senada, adalah pesan yang menampar buat gw:
"Titik balik gw adalah pada saat gw mau melihat kenyataan, pada saat gw berhenti lari dari kenyataan dan menghadapi masalah gw. Maksud gw, mau sampai kapan gitu lari, lari, lari terus? Ya, kan? Kita manusia hidup pasti punya masalah, kita harus sadar bahwa ga semua yang kita mau bisa kita dapetin. Jadi, ya, hadapin aja. Pada saat gw bisa menerima bahwa diri gw punya masalah, nah gw rasa itulah titik balik gw."
Gw menunduk malu saat itu, merasa diperingati, akhirnya gw berusaha berkaca lagi ke dalam diri. Siapalah gw ini berprasangka dan menghakimi mereka dalam hati, siapalah gw ini berusaha menjalani pendidikan untuk menolong mereka, tapi ternyata malah gw yang mendapatkan pesan inspiratif dari mereka tanpa mereka sadari? Gw ini jago berlari, berkali-kali gw menghindar dari masalah-masalah gw. Sementara mereka, memaksa diri bertahan di situ dan menghadapi masalah mereka yang berkali-kali lipat mengerikannya dari masalah gw karena mereka tahu percuma berlari. Karena mereka dengan berani berusaha berkenalan dan menerima lagi diri mereka sendiri demi bangkit kembali. Karena mereka tahu betapa mahalnya sebuah kebebasan.
Gw menghela nafas panjang, lalu meringis kecil mengingat perjalanan hari ini. Ah, pesan, tamparanmu perih hingga ke nurani!
No comments:
Post a Comment